Selasa, 09 April 2013


APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ZONASI JALUR PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN KALIMANTAN BARAT


Oleh :
                                Nama                   : M. MAHROZI SAGALA
                                NIM                    : 100302012
                                Prodi                   : Manajemen Sumberdaya Perairan


                                                

SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA PERAIRAN
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013


PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang
Kegiatan penangkapan ikan pada periode akhir-akhir ini semakin berkembang seiring dengan perkembangan teknologi penangkapan. Situasi ini terlihat dengan semakin berkurangnya jumlah alat tangkap tradisional seperti jenis alat tangkap perangkap dan jaring angkat serta diikuti dengan meningkatnya penggunaan alat tangkap yang lebih efektif dan efisien. Hal tersebut mengakibatkan pemanfaatan sumberdaya ikan di laut semakin intensif dan daya jangkauan operasi penangkapan ikan oleh para nelayan semakin luas dan jauh dari daerah asal nelayan tersebut.
Indonesia dikenal sebagai negara yang tangguh dalam pelayaran, baik nasional maupun internasional, yang diperlihatkan dengan banyaknya kotakota pesisir di Indonesia. Pertambahan jumlah penduduk di kota pesisir sejalan dengan sejarah peradaban suku bangsa yang bermukim di sepanjang pesisir di Indonesia. Jumlah kota pesisir di Indonesia (ibukota provinsi) berjumlah 24 kota (Gambar 1). Kota Banda Aceh, Medan, Padang, Bengkulu, Lampung, Pangkal Pinang dan Kota Tanjung Pinang terdapat di Pulau Sumatera (7 kota). Di Pulau Jawa terdapat Kota Serang, Jakarta, Semarang, dan Kota Surabaya (4 kota). Kota Denpasar, Mataram dan Kota Kupang untuk Kepulauan Sunda Kecil (3 kota). Di Maluku dan Papua terdapat Kota Ambon, Ternate, Manokwari dan Jayapura (4 kota). Di Sulawesi terdapat Kota Manado, Gorontalo, Palu, Kendari, Mamuju dan Kota Makassar (6 kota). Di Kalimantan tidak ada ibukota provinsi yang berada di pesisir.
Kota pesisir di Indonesia terbagi 2 secara umum yakni masuk dikategori berada/berhadapan dengan laut dalam dan laut luar/depan. Laut luar/depan adalah laut yang langsung berhubungan dengan laut lepas atau samudera. Faktanya pembangunan atau perkembangan kota pesisir di laut dalam Indonesia lebih maju dibandingkan kota pesisir yang berhadapan dengan laut luar/depan Indonesia. Kota pesisir di laut dalam terdapat di Kota Medan, Tanjung Pinang, Pangkal 




Pinang dan Kota Lampung (di Pulau Sumatera 5 kota), Kota Serang, Jakarta, Semarang dan Kota Surabaya (di Pulau Jawa 4 kota), Kota Mataram dan Kota Kupang (di Kepulauan Sunda Kecil 2 kota), Kota Ambon dan Ternate (di Maluku 2 kota), Kota Kendari, Mamuju, Palu dan Kota Makasar (di Pulau Sulawesi 4 kota). Kota Padang, Bengkulu, Denpasar, Jayapura, Manokwari, Manado dan Gorontalo dikategorikan langsung berhadapan dengan samudera/laut lepas (Gambar 1).
Gambar 1. Kota Pesisir di Indonesia

Menurut Monitja dan Yusfiandayani (2007), sumberdaya ikan dikenal sebagai sumberdaya milik bersama (common property) yang rawan terhadap tangkap lebih (over fishing) dan pemanfaatannya dapat merupakan sumber konflik (di daerah penangkapan ikan maupun dalarn pemasaran hasil tangkapan). Konflik sering terjadi karena tidak jelasnya wilayah pemanfaatan yaitu dapat melibatkan nelayan dalam satu daerah yang sama ataupun antara daerah yang satu dengan dengan daerah lainnya. Konflik nelayan juga terjadi antara nelayan setempat dengan nelayan andon yang umumnya disebabkan perbedaan alat tangkap yang dipergunakan dan pelanggaran daerah penangkapan. 
Salah satu upaya yang telah ditempuh pemerintah dalam menghindari terjadinya konflik pemanfaatan adalah dengan mengendalikan perkembangan kegiatan penangkapan ikan melalui penerapan zonasi Jalur Penangkapan Ikan di laut, berdasarkan Kepmentan No. 392 tahun 1999 yang isinya antara lain mengatur pembagian daerah penangkapan ikan dan penentuan jenis, ukuran kapal, dan alat penangkapan ikan yang dilarang dan diperbolehkan penggunaannya. Zonasi merupakan suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta prosesproses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir.
1.2 Tujuan Makalah
Wilayah yang menjadi objek makalah ini adalah Perairan Kalimantan Barat yang merupakan salah satu fishing ground yang sangat berpotensi, terletak di Selat Karimata hingga Laut Cina Selatan dan berbatasan langsung dengan perairan Malaysia. Tujuan dari makalah ini adalah untuk menggambarkan peta zona jalur penangkapan ikan di wilayah perairan Kalimantan Barat.



TI NJAUAN PUSTAKA



Pemanfaatan sumberdaya ikan di laut semakin intensif dan daya jangkauan operasi penangkapan ikan oleh para nelayan semakin luas dan jauh dari daerah asal nelayan tersebut. Konflik sering terjadi karena tidak jelasnya wilayah pemanfaatan yaitu dapat melibatkan nelayan dalam satu daerah yang sama ataupun antara daerah yang satu dengan dengan daerah lainnya. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam menghindari terjadinya konflik pemanfaatan adalah dengan mengendalikan perkembangan kegiatan penangkapan ikan melalui penerapan zonasi jalur penangkapan ikan di laut, berdasarkan Kepmentan No. 392 tahun 1999 tentang jalur-jalur penangkapan ikan. Wilayah studi adalah Perairan Kalimantan Barat yang merupakan salah satu fishing ground yang sangat berpotensi, terletak di Selat Karimata hingga Laut Cina Selatan dan berbatasan langsung dengan perairan Malaysia (Supriharyono, 2000).
Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan zonasi jalur penangkapan ikan. Metode yang digunakan adalah pendekatan SIG dengan teknik analisis spasial. Visualisasi dalam bentuk peta jalur dalam Kepmentan No. 392 Tahun 1999 mempunyai beberapa ketimpangan, antara lain yaitu: penentuan batas pulau pulau terluar yang masih rancu, terdapatnya karang-karang kering yang berpotensi menjadi batas wilayah serta penentuan jarak minimum antar titik tersebut, perairan pedalaman yang belum dibahas, daerah perbatasan antar negara yaitu bagian utara propinsi Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Malaysia, daerah ekosistem terumbu karang dengan kedalaman kurang dari 20 meter yang masuk dalam jalur I. Peta alternative dibuat memperbaiki ketimpangan tersebut maka dibuat peta alternatif dengan mempertimbangkan parameter jarak dan kedalaman (isobath) disertai dengan beberapa asumsi dan pembatasan (Pramudya, 2008).
         Bahan yang digunakan dalam studi Alisyahbana dan Yanuarsyah (2011)  meliputi: 1) data spasial berupa Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:25.000, peta Lingkungan Laut Nasional (LLN) yang didapatkan dari Badan Koordinasi Survei.
Dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), peta batimetri skala 1:50.000 dan data Pasang Surut yang diperolehkan dari Dinas Hidro- Oseanografi Angkatan Laut (Dishidros-AL). 2) Peraturan perundang-undangan berupa Kepmentan No. 392 Tahun 1999, Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya Pasal 18 yang mengatur wilayah kewenangan daerah kabupaten (sejauh 0-4 mil laut) dan kewenangan daerah propinsi (sejauh 4-12 mil laut) (Alisyahbana dan Yanuarsyah, 2011).
Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan No. 17 Tahun 2006 tentang usaha perikanan tangkap. Bahan yang digunakan dalam studi ini meliputi: 1) data spasial berupa Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:25.000, peta Lingkungan Laut Nasional (LLN) yang didapatkan dari Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), peta batimetri skala 1:50.000 dan data Pasang Surut yang diperolehkan dari Dinas Hidro- Oseanografi Angkatan Laut (Dishidros-AL). 2) Peraturan perundang-undangan berupa Kepmentan No. 392 Tahun 1999, Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya Pasal 18 yang mengatur wilayah kewenangan daerah kabupaten (sejauh 0-4 mil laut) dan kewenangan daerah propinsi (sejauh 4-12 mil laut). Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan No. 17 Tahun 2006 tentang usaha perikanan tangkap (Alisyahbana dan Yanuarsyah, 2011).
Untuk pengolahan data digunakan perangkat keras yaitu: personal computer (PC), printer warna and scanner, sedangkan perangkat lunak berupa software ArcGIS 9.x, Ms. Excel, and Ms. Word. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah pendekatan SIG dengan teknik analisis spasial yaitu teknik yang dipergunakan dalam menganalisa kajian keruangan/spasial. Overlay atau tumpang susun peta atau superimposed peta digunakan untuk menentukan kendala, daerah limitasi dan kemungkinan pengembangan dalam penyusunan peta jalur penangkapan diperairan Kalimantan Barat. Buffering dan query berguna untuk menampilkan,mengubah, dan menganalisis data. Spasial query merupakan peran yang penting sesuaidengan tujuan atau kebutuhan para penggunanya

Peta alternatif ini telah mempertimbangkan parameter jarak dan  kedalaman (isobath) disertai dengan beberapa asumsi dan pembatasan. Adapun asumsi-asumsi yang digunakan antara lain yaitu:
·         Jalur I dengan jarak maksimal 4 mil laut diukur dari garis pangkal kewenangan propinsi
·         Jalur II dengan jarak maksimal 12 mil laut diukur dari batas jalur I (4 mil laut).
·         Jika dalam jalur I terdapat daerah dengan kedalaman kurang dari atau sama dengan 20 meter dan daerah tersebut berada di jalur II, maka daerah tersebut masuk dalam jalur I.
·         Jika dalam jalur II terdapat daerah dengan kedalaman 20 meter dan atau sampai di luar jalur 20 meter ke arah luar, maka akan menjadi daerah atau zona konservasi dengan tanda bendera warna merah di lapangan.
·         Jalur III diukur dari batas terluar jalur II sampai ZEEI dan tidak melampaui jalur II batasan kewenangan Propinsi lain.
·         Daerah di dalam garis pangkal kewenangan propinsi disebut sebagai perairan pedalaman dan masuk dalam kategori jalur I (Alisyahbana dan Yanuarsyah, 2011).



KESIMPULAN DAN SARAN



Kesimpulan
1.      Sistem informasi geografis untuk pemetaan potensi wilayah pesisir berguna memberikan informasi mengenai potensi daerah penangkapan ikan wilayah perairan Kalimantan Barat.
2.      Metode yang digunaka adalah pendekatan SIG dengan teknik analisis spasial yaitu teknik yang dipergunakan dalam menganalisa kajian keruangan/spasial. Overlay atau tumpang susun peta atau superimposed peta digunakan untuk menentukan kendala, daerah limitasi dan kemungkinan pengembangan dalam penyusunan peta jalur penangkapan diperairan Kalimantan Barat.
3.      Dihasilkan peta alternatif jalur-jalur penangkapan ikan wilayah perairan Kalimantan dengan mempertimbangkan parameter jarak dan kedalaman (isobath) disertai dengan beberapa asumsi dan pembatasan.

Saran
Adapun saran yang diperoleh dari hasil makalah ini ialah dengan adanya sistem informasi geografis dalam mencari jalur alternatif poenangkapan ikan di perairan Kalimantan Barat dapat memberikan informasi sebagai menefesiensikan kerja dari pada nelayan dalam menentukan jalur penangkapan yang baik untuk dilewati.


DAFTAR PUSTAKA



Alisyahbana. S dan I. Yanuarsyah. 2011. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Untuk Zonasi Jalur Penagkapan Ikan di Perairan Kalimantan Barat. Universitas Padjajaran. Jatinangor.

Monintja. D dan R. Yusfiandayani. 2009. Pemanfaatan Sumberdya Pesisir Dalam Bidang Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wlayah Pesisir Terpadu. Institur Pertanian Bogor. Bagor.

Pramudya. A. 2008. Kajian Pengelolaan Daratan Pesisir Berbasis Zonasi Di Provinsi Jambi. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT. Gramedia, Jakarta.