APLIKASI
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ZONASI JALUR PENANGKAPAN IKAN DI
PERAIRAN KALIMANTAN BARAT
Oleh :
Nama : M. MAHROZI SAGALA
NIM : 100302012
Prodi : Manajemen Sumberdaya
Perairan
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
MEDAN
2013
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kegiatan
penangkapan ikan pada periode akhir-akhir ini
semakin berkembang seiring dengan
perkembangan teknologi penangkapan. Situasi
ini terlihat dengan semakin berkurangnya
jumlah alat tangkap tradisional seperti
jenis alat tangkap perangkap dan
jaring angkat serta diikuti dengan meningkatnya
penggunaan alat tangkap yang lebih
efektif dan efisien. Hal tersebut mengakibatkan
pemanfaatan sumberdaya ikan di
laut semakin intensif dan daya jangkauan operasi
penangkapan ikan oleh para nelayan semakin
luas dan jauh dari daerah asal nelayan tersebut.
Indonesia
dikenal sebagai negara yang tangguh dalam pelayaran, baik nasional maupun
internasional, yang diperlihatkan dengan banyaknya kotakota pesisir di
Indonesia. Pertambahan jumlah penduduk di kota pesisir sejalan dengan sejarah
peradaban suku bangsa yang bermukim di sepanjang pesisir di Indonesia. Jumlah
kota pesisir di Indonesia (ibukota provinsi) berjumlah 24 kota (Gambar 1). Kota
Banda Aceh, Medan, Padang, Bengkulu, Lampung, Pangkal Pinang dan Kota Tanjung
Pinang terdapat di Pulau Sumatera (7 kota). Di Pulau Jawa terdapat Kota Serang,
Jakarta, Semarang, dan Kota Surabaya (4 kota). Kota Denpasar, Mataram dan Kota
Kupang untuk Kepulauan Sunda Kecil (3 kota). Di Maluku dan Papua terdapat Kota
Ambon, Ternate, Manokwari dan Jayapura (4 kota). Di Sulawesi terdapat Kota
Manado, Gorontalo, Palu, Kendari, Mamuju dan Kota Makassar (6 kota). Di
Kalimantan tidak ada ibukota provinsi yang berada di pesisir.
Kota pesisir di
Indonesia terbagi 2 secara umum yakni masuk dikategori berada/berhadapan dengan
laut dalam dan laut luar/depan. Laut luar/depan adalah laut yang langsung
berhubungan dengan laut lepas atau samudera. Faktanya pembangunan atau perkembangan
kota pesisir di laut dalam Indonesia lebih maju dibandingkan kota pesisir yang
berhadapan dengan laut luar/depan Indonesia. Kota pesisir di laut dalam
terdapat di Kota Medan, Tanjung Pinang, Pangkal
Pinang
dan Kota Lampung (di Pulau Sumatera 5 kota), Kota Serang, Jakarta, Semarang dan
Kota Surabaya (di Pulau Jawa 4 kota), Kota Mataram dan Kota Kupang (di
Kepulauan Sunda Kecil 2 kota), Kota Ambon dan Ternate (di Maluku 2 kota), Kota
Kendari, Mamuju, Palu dan Kota Makasar (di Pulau Sulawesi 4 kota). Kota Padang,
Bengkulu, Denpasar, Jayapura, Manokwari, Manado dan Gorontalo dikategorikan
langsung berhadapan dengan samudera/laut lepas (Gambar 1).
Menurut
Monitja dan Yusfiandayani (2007), sumberdaya ikan dikenal sebagai sumberdaya
milik bersama (common property) yang rawan terhadap tangkap lebih (over
fishing) dan pemanfaatannya dapat merupakan sumber konflik (di daerah
penangkapan ikan maupun dalarn pemasaran hasil tangkapan). Konflik sering
terjadi karena tidak jelasnya wilayah pemanfaatan yaitu dapat melibatkan nelayan
dalam satu daerah yang sama ataupun antara daerah yang satu dengan dengan
daerah lainnya. Konflik nelayan juga terjadi antara nelayan setempat dengan
nelayan andon yang umumnya disebabkan perbedaan alat tangkap yang dipergunakan
dan pelanggaran daerah penangkapan.
Salah
satu upaya yang telah ditempuh pemerintah dalam menghindari terjadinya konflik
pemanfaatan adalah dengan mengendalikan perkembangan kegiatan penangkapan ikan
melalui penerapan zonasi Jalur Penangkapan Ikan di laut, berdasarkan Kepmentan
No. 392 tahun 1999 yang isinya antara lain mengatur pembagian daerah penangkapan
ikan dan penentuan jenis, ukuran kapal, dan alat penangkapan ikan yang dilarang
dan diperbolehkan penggunaannya. Zonasi merupakan suatu bentuk rekayasa teknik
pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan
potensi sumber daya dan daya dukung serta prosesproses ekologis yang
berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir.
1.2 Tujuan Makalah
Wilayah
yang menjadi objek makalah ini adalah Perairan Kalimantan Barat yang merupakan
salah satu fishing ground yang sangat berpotensi, terletak di Selat
Karimata hingga Laut Cina Selatan dan berbatasan langsung dengan perairan
Malaysia. Tujuan dari makalah ini adalah untuk menggambarkan peta zona jalur
penangkapan ikan di wilayah perairan Kalimantan Barat.
TI
NJAUAN PUSTAKA
Pemanfaatan
sumberdaya ikan di laut semakin intensif dan daya jangkauan operasi penangkapan
ikan oleh para nelayan semakin luas dan jauh dari daerah asal nelayan tersebut.
Konflik sering terjadi karena tidak jelasnya wilayah pemanfaatan yaitu dapat
melibatkan nelayan dalam satu daerah yang sama ataupun antara daerah yang satu
dengan dengan daerah lainnya. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah
dalam menghindari terjadinya konflik pemanfaatan adalah dengan mengendalikan
perkembangan kegiatan penangkapan ikan melalui penerapan zonasi jalur penangkapan
ikan di laut, berdasarkan Kepmentan No. 392 tahun 1999 tentang jalur-jalur penangkapan
ikan. Wilayah studi adalah Perairan Kalimantan Barat yang merupakan salah satu fishing
ground yang sangat berpotensi, terletak di Selat Karimata hingga Laut Cina
Selatan dan berbatasan langsung dengan perairan Malaysia (Supriharyono, 2000).
Peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan zonasi jalur penangkapan ikan. Metode
yang digunakan adalah pendekatan SIG dengan teknik analisis spasial.
Visualisasi dalam bentuk peta jalur dalam Kepmentan No. 392 Tahun 1999 mempunyai
beberapa ketimpangan, antara lain yaitu: penentuan batas pulau pulau terluar
yang masih rancu, terdapatnya karang-karang kering yang berpotensi menjadi
batas wilayah serta penentuan jarak minimum antar titik tersebut, perairan
pedalaman yang belum dibahas, daerah perbatasan antar negara yaitu bagian utara
propinsi Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Malaysia, daerah ekosistem
terumbu karang dengan kedalaman kurang dari 20 meter yang masuk dalam jalur I.
Peta alternative dibuat memperbaiki ketimpangan tersebut maka dibuat peta
alternatif dengan mempertimbangkan parameter jarak dan kedalaman (isobath)
disertai dengan beberapa asumsi dan pembatasan (Pramudya, 2008).
Bahan yang digunakan
dalam studi Alisyahbana dan Yanuarsyah (2011) meliputi: 1) data spasial berupa Peta Rupa Bumi
Indonesia skala 1:25.000, peta Lingkungan Laut Nasional (LLN) yang didapatkan
dari Badan Koordinasi Survei.
Dan
Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), peta batimetri skala 1:50.000 dan data Pasang
Surut yang diperolehkan dari Dinas Hidro- Oseanografi Angkatan Laut
(Dishidros-AL). 2) Peraturan perundang-undangan berupa Kepmentan No. 392 Tahun
1999, Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya
Pasal 18 yang mengatur wilayah kewenangan daerah kabupaten (sejauh 0-4 mil
laut) dan kewenangan daerah propinsi (sejauh 4-12 mil laut) (Alisyahbana dan
Yanuarsyah, 2011).
Peraturan
Menteri Perikanan dan Kelautan No. 17 Tahun 2006 tentang usaha perikanan
tangkap. Bahan yang digunakan dalam studi ini meliputi: 1) data spasial berupa
Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:25.000, peta Lingkungan Laut Nasional (LLN)
yang didapatkan dari Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
(Bakosurtanal), peta batimetri skala 1:50.000 dan data Pasang Surut yang
diperolehkan dari Dinas Hidro- Oseanografi Angkatan Laut (Dishidros-AL). 2)
Peraturan perundang-undangan berupa Kepmentan No. 392 Tahun 1999, Undang- Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya Pasal 18 yang
mengatur wilayah kewenangan daerah kabupaten (sejauh 0-4 mil laut) dan kewenangan
daerah propinsi (sejauh 4-12 mil laut). Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan
No. 17 Tahun 2006 tentang usaha perikanan tangkap (Alisyahbana dan Yanuarsyah,
2011).
Untuk
pengolahan data digunakan perangkat keras yaitu: personal computer (PC),
printer warna and scanner, sedangkan perangkat lunak berupa software ArcGIS
9.x, Ms. Excel, and Ms. Word. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah
pendekatan SIG dengan teknik analisis spasial yaitu teknik yang dipergunakan dalam
menganalisa kajian keruangan/spasial. Overlay atau tumpang susun peta atau superimposed
peta digunakan untuk menentukan kendala, daerah limitasi dan kemungkinan
pengembangan dalam penyusunan peta jalur penangkapan diperairan Kalimantan
Barat. Buffering dan query berguna untuk menampilkan,mengubah,
dan menganalisis data. Spasial query merupakan peran yang penting
sesuaidengan tujuan atau kebutuhan para penggunanya

Peta alternatif ini telah mempertimbangkan
parameter jarak dan kedalaman (isobath)
disertai dengan beberapa asumsi dan pembatasan. Adapun asumsi-asumsi yang
digunakan antara lain yaitu:
·
Jalur I dengan jarak
maksimal 4 mil laut diukur dari garis pangkal kewenangan propinsi
·
Jalur II dengan jarak
maksimal 12 mil laut diukur dari batas jalur I (4 mil laut).
·
Jika dalam jalur I
terdapat daerah dengan kedalaman kurang dari atau sama dengan 20 meter dan
daerah tersebut berada di jalur II, maka daerah tersebut masuk dalam jalur I.
·
Jika dalam jalur II terdapat daerah dengan kedalaman 20
meter dan atau sampai di luar jalur 20 meter ke arah luar, maka akan menjadi
daerah atau zona konservasi dengan tanda bendera warna merah di lapangan.
·
Jalur III diukur dari batas terluar jalur II sampai ZEEI dan
tidak melampaui jalur II batasan kewenangan Propinsi lain.
·
Daerah di dalam garis pangkal kewenangan propinsi disebut
sebagai perairan pedalaman dan masuk dalam kategori jalur I (Alisyahbana
dan Yanuarsyah, 2011).

Kesimpulan
1.
Sistem informasi
geografis untuk pemetaan potensi wilayah pesisir berguna memberikan informasi
mengenai potensi daerah penangkapan ikan wilayah perairan Kalimantan Barat.
2. Metode
yang digunaka adalah pendekatan SIG dengan teknik analisis spasial yaitu teknik
yang dipergunakan dalam menganalisa kajian keruangan/spasial. Overlay atau
tumpang susun peta atau superimposed peta digunakan untuk menentukan
kendala, daerah limitasi dan kemungkinan pengembangan dalam penyusunan peta
jalur penangkapan diperairan Kalimantan Barat.
3.
Dihasilkan peta
alternatif jalur-jalur penangkapan ikan wilayah perairan Kalimantan dengan
mempertimbangkan parameter jarak dan kedalaman (isobath) disertai dengan
beberapa asumsi dan pembatasan.
Saran
Adapun
saran yang diperoleh dari hasil makalah ini ialah dengan adanya sistem informasi
geografis dalam mencari jalur alternatif poenangkapan ikan di perairan
Kalimantan Barat dapat memberikan informasi sebagai menefesiensikan kerja dari
pada nelayan dalam menentukan jalur penangkapan yang baik untuk dilewati.
DAFTAR
PUSTAKA
Alisyahbana.
S dan I. Yanuarsyah. 2011. Aplikasi
Sistem Informasi Geografis (SIG) Untuk Zonasi Jalur Penagkapan Ikan di Perairan
Kalimantan Barat. Universitas Padjajaran. Jatinangor.
Monintja.
D dan R. Yusfiandayani. 2009. Pemanfaatan Sumberdya Pesisir Dalam
Bidang Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wlayah
Pesisir Terpadu. Institur Pertanian Bogor. Bagor.
Pramudya.
A. 2008. Kajian Pengelolaan Daratan Pesisir Berbasis Zonasi Di Provinsi
Jambi. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
Supriharyono.
2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis.
PT. Gramedia, Jakarta.